Tiba-tiba saja, langkahnya dihentikan oleh seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar, beraut wajah merah tampak marah dan tidak senang.
"Hei," katanya kasar. "Anda itu tidak berhak mengajari orang lain..!"
Kemudian pemuda ini mulai berteriak menantang dan menghina guru muda ini. "Tahu tidak?Anda ini sama saja bodohnya dengan orang lain. Punya kepandaian sedikit saja, sok tahu! Badan begitu kecil nyalimu cukup besar ya. Ayoo...kalau berani kita berkelahi!"
Dengan wajah tenang, sambil tersenyum sang Guru muda malahan balik bertanya: "Teman. Jika kamu memberi hadiah untuk seseorang, tapi seseorang itu tidak mengambilnya, siapakah pemilik hadiah itu?"
Guru muda ini tersenyum, lalu berkata, "Kamu benar. Kamu baru saja memberikan marah dan hinaan kepada saya dan saya tidak menerimanya, apalagi merasa terhina sama sekali. Maka kemarahan dan hinaan itu pun kembali kepadamu. Benar kan? Dan kamu menjadi satu-satunya orang yang tidak bahagia. Bukan saya. Karena sesungguhnya, melampiaskan emosi kemarahan adalah sebuah proses menyakiti diri sendiri. Membangkitkan sel-sel negatif di dalam diri "
Pemuda itu terdiam, mencoba mencerna kata demi kata sang guru. Kepala dan hatinya seperti tersiram air dingin, ketika mendapat sebuah kesadaran baru.
Sang guru muda melanjutkan. "Jika kamu ingin berhenti menyakiti diri sendiri singkirkan kemarahan dan ubahlah menjadi cinta kasih. Ketika kamu membenci orang lain, dirimu sendiri tidak bahagia bahkan tersakiti secara alami. Tetapi ketika kamu mencintai orang lain, semua orang menjadi bahagia."
Netter yang bijaksana,
Saat kemarahan sedang menghampiri kita, tunda sejenak! Jangan biarkan dia lepas tanpa kendali. Mengumbar kemarahan adalah pantulan ketidakbahagiaan.
Karenanya, mari kita belajar mengembangkan kebahagiaan setiap saat. Dengan berbahagia, maka tidak akan muncul kemarahan dan kebencian. Tanpa kemarahan dan kebencian, tidak ada proses menyakiti diri sendiri dan sesama.
Salam sukses luar biasa!
by Andrie wongso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar