Get snow effect
inidiablog-nya -_-"

Promosikan Halaman Anda Juga

Kamis, 25 Agustus 2011

asal air minum


Manusia tidak dapat hidup tanpa air. Lebih dari 80% tubuh mereka terdiri dari air. Air kita butuhkan untuk minum, makan, membersihkan diri, beternak, bertani, serta menyelenggarakan industri. Air berada dimana- mana.

Sebagai lautan, ia menempati hampir 2/3 dari luas permukaan bumi, dan memberi warna biru ketika bumi dipandang dari ruang angkasa.

Volume air laut lebih-kurang 97,2%, dan air tawar hanya sekitar 2,8 %. Dari jumlah air tawar yang ada di bumi, 2,41% di antaranya berupa es di kutub, dan 0,61% berupa airtanah. Sisanya dibagi menjadi air permukaan, air pelembab tanah, dan air yang terdapat di dalam atmosfer.

Lalu, dari berbagai macam air tersebut, yang manakah yang kita minum. Air yang dapat diminum, tentu saja yang bersih, yang berkualitas, dan yang memenuhi persyaratan bagi kesehatan.

Begitu eratnya hubungan antara kehidupan manusia dengan air, sehingga ketika manusia berulah, lingkungan air pun turut terusik.
Sejak terjadi revolusi industri di Inggris pada abad ke 14, jumlah penduduk dunia melonjak pesat seolah tak terkendali. Kini jumlah penduduk dunia mencapai lebih dari 6 milyar. Mereka semua memerlukan air bersih. Padahal jumlah air yang terdapat di bumi tidak bertambah.

Dahulu air bersih mudah didapatkan dari genangan-genangan dan aliran-aliran di permukaan, seperti danau dan sungai. Ketika itu air sungai yang jernih tidaklah sulit dijumpai.

Sungai memiliki potensi untuk membersihkan dirinya sendiri secara alamiah melalui siklus hidrologi. Pada masa itu air permukaan masih banyak digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia.

Namun sekarang kemampuan sungai untruk membersihkan dirinya sendiri sudah tidak ada lagi sejak menjamurnya industri yang membuang limbahnya ke sungai.

Ditambah pengetahuan bahwa air permukaan tidak memenuhi semua yang dibutuhkan dari air minum. Maka sejak itu berpalinglah manusia dari sumber air permukaan ke sumber di bawah permukaan, ialah airtanah atau groundwater.

Airtanah menempati ruang-ruang kosong yang ada di dalam tanah atau batuan. Pada tanah dan batuan yang berpori-pori, airtanah dapat berada di ruang antar butir. Tetapi pada batuan yang pejal dan keras, pada umumnya airtanah sulit menempati ruang antar butir. Hal ini disebabkan diameter pori-pori batuan yang pejal lebih kecil dari diameter molekul air, sehingga air tidak dapat memasukinya.

Namun demikian, jika batuan yang pejal tadi mempunyai retakan-retakan atau berongga-rongga, maka airtanah akan menempati celah-celah dan rongga-rongga tersebut.

Airtanah, meskipun jumlahnya tidak sebanyak es dan air laut, pada saat ini merupakan sumber air bersih yang dianggap paling potensial. Sebagian besar penduduk dunia meminum airtanah. Kita dapat memperoleh airtanah dengan cara mudah dan relatif murah. Tentu saja dari pada mencairkan es di kutub, atau menyuling air asin di lautan yang membutuhkan biaya mahal.

Terbentuknya airtanah bermula dari air hujan yang jatuh ke bumi meresap ke bawah permukaan, kemudian karena pengaruh gaya gravitasi bergerak secara vertikal menembus lapisan-lapisan tanah
menuju zona jenuh. Ketika air tersrebut masih berada di zona tak jenuh disebut air meteorik, namun setelah mencapai zona jenuh, namanya berubah menjadi airtanah.

Pada zona tak jenuh, sebagian ruang poripori terisi air, sedangkan sebagian lainnya berisi udara. Di bawah zona tak jenuh, terdapat Zona Jenuh, yaitu zona yang seluruh pori-pori dan rongga- rongganya sepenuhnya terisi air.

Di antara zona jenuh dan zona tak jenuh terdapat zona kapiler, yaitu suatu zona dimana molekul-molekul air merambat naik melalui pipa-pipa kapiler. Zona jenuh dan zona tak jenuh dibatasi oleh sebuah bidang imajiner yang disebut bidang permukaan airtanah (groundwater table).

Ketika kita menggali lubang untuk membuat sumur, sebelum lubang galian kita menembus groundwater table, kita tidak akan mendapatkan air. Permukaan air sumur akan sama dengan muka airtanah di sekitarnya.

Anda pasti pernah mendengar berita tentang semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur. Air yang bercampur dengan lempung dan panas tersebut berasal dari batuan yang sangat dalam. Air ini berumur tua, ia terjebak di dalam sedimen bersamaan dengan proses pembentukan batuan tersebut.

Air dalam lumpur Lapindo dan sejenisnya disebut sebagai air formasi, atau air fosil. Disebut air fosil, karena umurnya tua dan terbentuknya mirip dengan pembentukan fosil. Air seperti ini banyak terdapat di lapangan minyak bumi.

Air fosil pada umumnya mempunyai kandungan garam yang sangat tinggi. Apabila air formasi keluar ke permukaan dan selanjutnya terlibat kembali di dalam daur hidrologi, berarti ia mengalami permudaan, atau peremajaan, atau rejuvenasi.

Keluarnya air fosil ke permukaan dapat melalui proses semburan, karena air formasi seringkali mengandung gas dengan tekanan
cukup tinggi. Air fosil sebaiknya tidak diminum, karena selain mengandung garam dan unsur-unsur yang konsentrasinya melebihi ambang batas yang ditentukan oleh Depkes, KLH, maupun WHO, air ini juga acap kali beracun.

Di alam banyak dijumpai keluarnya air formasi ke permukaan, biasanya dibawa oleh tekanan gas. Masyarakat Jawa menyebutnya “air bleng”. Air bleng sering digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat kerupuk atau makanan lainnya. Hati-hati, seharusnya dilakukan penelitian terlebih dahulu terhadap komposisinya, jangan-jangan air tersebut beracun.

Dari Mana Asal Air Minum?

Pada saat kita pergi ke pegunungan, di lereng bukit dan kaki gunung sering dijumpai mata air, yaitu terturapnya airtanah ke permukaan.

Mata air dapat terbentuk melalui berbagai cara, antara lain bila bidang permukaan airtanah teriris oleh topografi atau oleh retakan dan patahan (sesar).

Di daerah berbatu gamping, apabila saluran sungai bawah tanah memotong lereng, akan terjadi pula mata air.

Air yang berasal dari mata air pada umumnya bersih, jernih dan segar. Secara fisik maupun kimiawi, rata- rata berkualitas baik. Hal ini disebabkan air tersebut telah mengalami penyaringan cukup intensif oleh butiran-butiran tanah dan batuan, bahkan menyerap mineral alami dari batuan-batuan tersebut.

Karena itulah, maka air dari mata-air banyak digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air domestiknya.
Lingkungan kehidupan manusia terus berubah, air alami mengalami tekanan. Akibatnya keberadaan sumber air bersih semakin berkurang. Sebagaimana diketahui, persoalan air bersih dapat menimbulkan permasalahan kesehatan.

Menurut WHO (2006), dalam satu dekade terakhir, rata-rata 50.000 orang meninggal per hari karena penyakit yang berkaitan dengan air tak bersih. Agar alam tetap memberikan air bersihnya kepada manusia, maka jangan sekali-kali kita mendhalimi alam, justru mestinya melakukan pengelolaan yang baik dan pelestarian untuk menjaga ketersediaan air demi kelangsungan hidup manusia.

Penulis: Prof Dr Ir Sari Bahagiarti Kusumayudha MSc
Ahli hidrogeologi dari UPN Veteran, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

dimana yaaaa ni blog?????